Pada Setiap Langkah

“The mind is everything.  What you think you become.”  – Buddha

Spanyol, Juli 2019

Jerit dahaga kerikil sepanjang jalan tercekik tiap langkah kecilku. Nada ayunan kaki beraturan diantara ladang gandum di siang gersang. Berjalan merupakan suatu pengamalan mendalam dalam spiritualitas manusia. Muslim berjalan mengelilingi Kaaba, Christian mempunyai ibadah Jalan Salib, dan Buddhist melakukan walking meditation. Di Walden, Thoreau mengartikan ritual jalan di pagi harinya dengan “a blessing for the whole day”. Manusia terlahir untuk berjalan.

Mendekati 2 minggu berjalan di Camino de Santiago, aku mulai merasakan hal berbeda. Dalam berjalan, ada suatu hal akan kamu rasakan jika kamu tidak hanya sekedar berjalan. Simply be aware. Let it go. Bukan sepenuhnya berjalan di atas tanah dimana kita berpijak, tetapi berjalan bersama tanah dimana kita berpijak. Ada semacam kesatuan terjalin disini. Tubuh dan pikiran menyatu dengan tiap langkah. Terasa begitu ringan. Seperti debu-debu halus, rela sepenuhnya walau entah kemana angin akan membawanya.

IMG_1660

Sepasang kakek-nenek terlihat berjalan pelan sambil bergandengan tangan. Senyum ramah mereka membuatku merasa nyaman untuk memulai sedikit perbincangan. Mereka tinggal di Valencia. Si kakek mengerti bahasa inggris, namun tidak dengan si nenek. “My name is G and her name is G, so we are “he-he” in Spanish”, ucap si kakek tersenyum. Dia bercerita, sudah beberapa kali mereka tersesat. Si nenek buta sebelah mata, dan si kakek sudah tidak jelas penglihatannya sehingga mereka sering melewatkan tanda penunjuk jalan. “I am 18”, candanya ketika aku bertanya tentang usianya.

IMG_1467

Usia mereka 67 tahun. Di Camino aku bertemu dengan beberapa orang yang usianya lebih tua dari mereka. Namun tidak dengan kondisi fisik yang cukup terbatas seperti ini. Selain penglihatan, tubuh mereka tampak kurus dan rentan. “We are walking very slow like turtle”, si kakek tak henti bergurau. Saat aku bertanya mengapa mereka berjalan di Camino, G menjelaskan dengan senang. “For us, we want to observe and solve the problem, if we stay at home we don’t have any problem. Its spirituality, we want to put down all idea, to be in this moment”.

Bagi pilgrim yang tidak memiliki waktu untuk menyelesaikan Camino dalam satu kurun waktu sekaligus, mereka dapat kembali kapanpun. Pilgrim dapat kembali dan melanjutkan perjalanan dari desa/kota terakhir yang mereka singgahi. Beberapa tahun terakhir G dan G datang kembali untuk melanjutkan perjalanan mereka. Tiap tahun di Camino, mereka hanya dapat berjalan selama kurang lebih 2 minggu. Tahun ini tampaknya mereka mempunyai waktu yang cukup untuk sampai di Santiago. “Its not about Santiago, its about Camino (the way) itself. Its about every step. If you are thinking about Santiago, your mind is always there, you are not in this moment”, ucapnya dengan raut wajah penuh suka cita.

A lot of people talk about live in the moment, but only few who live it. Para pemikir besar telah berkarya. Siddhartha dengan meditasi Vipassana dalam Buddhism. Lao-tzu menulis Tao te Ching dalam Taoism. Jalaluddin Rumi dengan puisi-puisi mystic dalam Sufism. Semua mengandung konsep tentang live in the moment, tentang awareness, to see things as they are. Adalah sifat dasar manusia untuk selalu berfikir melesat ke masa depan dan mundur jauh ke masa lalu, sehingga akan memunculkan rasa kecemasan, kekhawatiran. Anxiety, terlalu terfokus tentang hal yang belum terjadi in the future dan hal yang sudah berlalu in the past. Pada akhirnya kita lupa bahwa kita hidup saat ini, di waktu ini. Kita tidak sadar akan saat ini, we are not aware so we can’t see things as they are.

Filsuf Denmark Søren Kierkegaard yang banyak bergumul dengan anxiety berpendapat, “this is an adventure that every human being must go through- to learn to be anxious in order that he may not perish by never having been in anxiety or by succumbing in anxiety. Whoever has learned to be anxious in the right way has learned the ultimate”.

How to deal with anxiety is an art of life. To be aware, to see things as they are, to let it go. G dan G tidaklah tau apakah esok mereka akan sampai di Santiago de Compostela atau tidak. Bagi mereka Camino de Santiago adalah Camino(the way) itu sendiri. Camino de Santiago is about how we walk, about how we live in this moment, in every step.

“Why? we are not beautiful”, mereka tertawa ketika aku meminta ijin untuk mengambil foto mereka.

Oh for me, you are…                                                                                                                                                IMG_1469

– For some friends and their dense anxiety, in this difficult time…

Leave a comment